Belajar Kepekaan Hati Dari Orang Buta

Oleh : Saiful Guci
PADA hari Kamis pekan terakhir bulan Oktober kemarin , saya mengunjungi Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung, yang berada di bawah naungan Direktorat Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial RI, dengan tujuan mengetahui bagaimana cara pengiriman tunanetra potensial yang berminat untuk belajar di PSBN Wyata Guna  agar penyandang tunanetra mampu berperan aktif, berkehidupan layak dalam masyarakat.

Kami disambut oleh Kasi Rehabilitasi Sosial PSBN Wyata Guna Bandung, Drs. Hendra Biyantara Juniardi, yang pernah bertugas di Sijunjung Suamtera Barat.


Dalam sambutannya, dia mengatakan, dalam pelaksanaannya, PSBN Wyata Guna Bandung memberikan pelayanan program percepatan rehabilitasi sosial untuk memberikan keterampilan massage kepada para penerima manfaat sebagai bekal di masyarakat. Hal ini sesuai dengan UU RI No. 19 Tahun 2011 Tentang Konvensi hak-hak penyandang cacat. Dimana anak-anak penyandang disabilitas netra mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam menimba ilmu pengetahuan.


Kami diberi kesempatan oleh bapak Hendra Biyantara Juniardi berkeliling melihat Gedung Wyata Guna yang memiliki berbagai sarana dan prasarana. Diantaranya sarana pendidikan dan keterampilan, poliklinik, auditorium, panti pijat shiatsu, asrama, sarana olah raga hingga sarana keterampilan kesenian.


Namun, sampai di tempat ruangan kesenian, lidah saya kelu dan tak dapat bicara melihat anak-anak Tunanetra memainkan alat musik kompak sekali, saat saya memintakan menyanyikan sebuah lagu  mereka secara serempak melagukan lagu “KEAGUNGAN TUHAN”
 

“insyaflah wahai manusia
jika dirimu bernoda
dunia hanya naungan

'tuk makhluk ciptaan Tuhan
dengan tiada terduga
dunia ini kan binasa
kita kembali ke asalnya
Menghadap Tuhan Yang Esa

Reff:
dialah pengasih dan penyayang
kepada semua insan (manusia)
janganlah ragu atau bimbang
pada keagungan Tuhan
betapa maha besarnya
kuasa segala alam semesta


Saya tidak kuat menahan tangis dan berlari keluar seolah-olah mereka yang tunanetra memberikan peringatan kepada saya untuk selalu bersyukur atas seluruh nikmat yang diberikan oleh Allah SWT sebagai manusia sempurna.


Saya mengusap air mata yang menetes di pipi sambil mendengarkan penjelasan dari pak Hendra Biyantara Juniardi. “Wyata Guna itu artinya wadah atau tempat yang berguna. Dengan harapan, ketika keluar dari sini, mereka yang belajar di sini menjadi lebih berguna,” terangnya.
 

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa Wyata Guna memiliki tugas memberikan bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi bagi para penyandang cacat netra.

“Di sini ada dua jenis pendidikan, yaitu formal dan nonformal,untuk pendidikan formal, ada sekolah setingkat SD hingga SMA. Sedangkan untuk pendidikan nonformal ada beberapa pelatihan, mulai dari pelatihan pijat, kursus Alquran Braile, hingga kelas musik. Wyata Guna dampat menampung 250 orang untuk semua jenis pendidikan formal dan nonformal. Sebagian di antara mereka bahkan tinggal di asrama,” tutur Hendra Biyantara Juniardi.


Sorenya, saya berkunjung ke tempat pijat Shiatsu yang dimiliki oleh PSBN Wyata Guna. Pemijat. Yang memijat saya bercerita, di sekolah pijat siswa tidak hanya mendapatkan ilmu teknik memijat, tetapi juga belajar anatomi manusia dan ilmu kesehatan lainnya. Sembari dipijat, saya suka bertanya tentang kehidupan mereka. 


Ternyata mereka tidak semuanya buta sejak lahir, ada juga yang pernah bisa melihat selama belasan tahun lalu mendapat musibah kecelakaan yang mengakibatkan kebutaan. Sebagian mereka ada yang tidak buta total sama sekali, tetapi masih bisa melihat bayangan samar dari dekat.

Meskipun mereka tidak bisa melihat, mereka tidak ketinggalan teknologi. Para tuna netra saat ini mahir menggunakan ponsel, baik mengetik SMS, membuka phonebook, maupun membaca SMS. Untuk membaca SMS para tuna netra saat ini tidak mengalami kesulitan sebab produsen ponsel sudah menyediakan aplikasi pembaca SMS maupun alat bantu untuk mengetahui tombol keypad yang ditekan.


Program aplikasi bagi tuna netra sudah banyak dikembangkan oleh pengembang perangkat lunak, tidak hanya untuk ponsel. Pemijat di Wiyata Guna juga menggunakan ponsel untuk mengetahui sudah berapa menit waktu berlalu sehingga mereka tahu kapan harus selesai memijat.

Bagi saya, para pemijat di Wiyata Guna itu telah memberi inspirasi tentang kegigihan hidup. Meski mereka hidup dengan keterbatasan indra, tetapi mereka tidak mudah menyerah dan tidak mau menjadi beban orang lain. Mereka pun bisa mengerjakan sendiri pekerjaan mereka dan bisa membiayai hidup sendiri dan menafkahi keluarganya dari usaha memijat.


Selama di PSBN Wiyata Guna, saya kagum atas kebersamaan mereka, saat  berjalan dan berkomunikasi serta tertawa. Dan saya belajar tentang kepekaan hati dari kepada orang buta terhadap hidup ini :


Orang buta itu melihat dengan hati bukan dengan mata
Orang buta itu tidak menilai orang lain dari penampilan
Orang buta itu dapat lebih peka dari orang normal
Orang buta itu berani berjalan karena keinginannya yang kuat
Orang buta itu sangat sedikit yang peduli dengannya
Orang buta itu bertahan hidup berdasarkan instingnya
Orang buta itu bisa tersenyum hanya dengan warna hitam
Orang buta itu berusaha tidak menyusahkan dengan kekurangannya
Dan harapan orang buta itu hanya satu yaitu bisa melihat orang-orang yang peduli dengannya


Hidup adalah pembelajaran tanpa henti. Setiap hari, setiap saat, dan setiap waktu, jika kita telaah lebih jauh, selalu menjadi momen pembelajaran. Baik itu berupa halangan, rintangan, tantangan, atau berbagai kejadian apapun yang kita temui. Jika bisa disikapi dengan cara yang bijak, maka selalu ada sisi positif yang bisa kita ambil sebagai bagian proses belajar.
Jika orang yang kurang secara fisik saja (maaf: buta) mampu, bagaimana dengan kita yang sehat?


Maka, mari kita jadikan semua cobaan dan tantangan, bukan sebagai halangan. Namun, justru jadi batu loncatan menuju kesuksesan. Dengan think and action, kita buktikan diri mampu menjemput semua impian.

Saiful Guci, Pulutan, 1 Nopember 2014