SAYA satu dari sekian banyak orang yang sebelumnya menentang bahwa politik itu kejam. Baik sebelum menjadi politisi atau setelah berkiprah sebagai politisi dengan menjadi Anggota DPRD Kota Payakumbuh 2014-2019 dan 2019-2024.
Tapi paska Pilkada serentak 2024, khususnya di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota, yang di Kota Batiah saat ini masih berkecamuk karena adanya Paslon yang menggugat Paslon Terpilih berdasarkan quick count (hitungan cepat) Zulmaeta - Elzadaswarman, karena diduga kuat melakukan money politic (politik uang).
Dari sisi ini bahwa politik itu kejam ada juga benarnya.
Walau kelima Paslon (Supardi - Tri Venindra, Almaisyar - Joni Hendri, Zulmaeta - Elzadaswarman, Erwin Yunaz - Fahlevi Mazni dan Yendri Bodra Dt. Parmato Alam - Ahmad Ridha) sepakat, bahwa ajang yang mereka ikuti adalah Pilkada badunsanak.
Badunsanak apaan?, Kalau memang badunsanak tentu seluruh Paslon dalam kampanyenya akan adu gagasan dan program. Ini tidak! Ada Paslon mentang-mentang banyak pitih, suara rakyat dibeli murah. Kampanye begitu doang. Mungkin tak sampai 5 lembar STTP Kampanye yang dikantongi (STTP = Surat Tanda Terima Pemberitahuan, biasanya dari Kepolisian - Red).
Yang masyarakat begitu pula tidak berdaya. Putiah mato e mancoliak pitih 200-300 ribu rih. Handeh!
Terlepas haram tidak haramnya uang sogokan itu, sampai dimana benarlah uang sebanyak itu? Paling barter dapat 13 piring martabak Mesir. Sudah itu manga lai yang manarimo pitih tu? Mangango hehehe...!
Sedangkan Paslon terpilih bersama timsesnya ber-uforia walau kemenangannya diperoleh melalui jalan culas. Tapi mereka tetap berucap Alhamdulillah dan mengatakan kemenangannya itu adalah kemenangan rakyat Kota Payakumbuh.
Apakah rakyat yang terima duit itu menyesal? Mungkin iya mungkin juga tidak. Bagaimana yang sebenarnya biarlah mereka yang menjawab.
Mengguritanya politik uang di Kota Payakumbuh tersebut, sudah saya rasakan pada pemilu 2019 lalu. Makanya ketika Pileg 2024 saya nyaleg untuk DPRD Provinsi Sumbar. Dengan alasan mungkin nyaleg untuk provinsi tidak terjadi sogok-menyogok. Ternyata di tingkat provinsi ini sama doang.
Pun di tingkat Kota Payakumbuh semakin menjadi-jadi. Hanya beberapa orang saja caleg yang duduk dari 25 Anggota DPRD Kota Payakumbuh yang menggunakan pitih sebagai cost politics. Tapi yang lain pitih digunakan untuk menyogok. Bahkan ada beberapa di antaranya terpilih sebagai anggota dewan menghabiskan uang untuk beli suara rakyat lebih 1 milyar. Astaghfirullah...!
Kalau ke depan begini terus, akan banyak politisi yang keder untuk nyaleg. Begitu pula yang mau maju untuk Pilkada hanya akan diikuti orang-orang beruang (baca: punya uang).
Apa sih kurangnya YB. Dt. Parmato Alam-Ahmad Ridha? Masing-masing telah berkiprah di pemerintah sebagai Anggota DPRD. Dt. Parmato Alam 3 periode (satu periode ketua DPRD) dan Ahmad Ridha 2 periode.
Mereka sudah sangat paham kondisi masyarakat Kota Payakumbuh. Makanya Paslon ini mengusung empat program pro rakyat. Masing-masing bidang pendidikan, kesehatan, UMKM, dan kesejahteraan sosial.
Dan untuk menyampaikan program tersebut Paslon yang diusung Partai Golkar, PBB dan didukung Partai Buruh melakukan kampanye Sehari Bersama Masyarakat di 47 Kelurahan. Dimulai tidur di rumah masyarakat, sholat shubuh berjamaah di masjid atau mushalla setempat, sarapan pagi dan turun menilisik UMKM masyarakat, para lansia, rumah-rumah tak layak huni, orang-orang sakit serta meninjau infrastruktur yang perlu direhab dan dibangun baru.
Namun semua itu tidak ada artinya ketika uang bicara.
Padahal di empat program Paslon Dt. Parmato-Rio itu, terselip harapan yang cukup besar jika dinilai dengan uang.
Nah sekarang kita mau apalagi? Paslon terpilih mungkin akan berucap anjing menggonggong kafilah berlalu. Walau saat ini digugat habis-habisan oleh Paslon Nomor Urut 1, mereka bersama timsesnya yakin akan tetap dilantik jika waktunya tiba.
Okelah kalau begitu...!
0 Komentar